batas.id~JAKARTA-Setelah beberapa waktu lalu, remaja siswi SMA asal Banyuwangi ini, menuangkan keprihatinanya dan mengajak semua orang untuk lebih peka terhadap sesama, kali ini ia melanjutkan tulisanya tersebut, berikut tulisannya, dikutip dari dinding Facebook miliknya:
“Ini adalah lanjutan dari tulisanku beberapa waktu lalu. Pria yang bunuh diri live sudah basi untuk dibahas lagi, jadi aku tidak akan menulis tentang itu.
Aku bukan ahli kejiwaan. Aku bukan psikolog, psikiater, atau konselor.
Aku hanya seorang gadis remaja yang merasa perlu untuk terus berkontribusi ketika beberapa orang mengatakan bahwa mereka ‘terbantu’ dengan tulisanku.
Sejujurnya, aku tidak tahu harus memulai tulisan ini dari mana sebab depresi itu tidak sederhana, tidak seperti yang orang kebanyakan kira.
Jadi, mari kumulai dengan kisah adik kelasku di SMP.
Kami menemukannya tergeletak di kamar mandi sekolah seusai jam pelajaran berakhir. Mulutnya mengeluarkan busa karena ia baru saja menenggak cairan pembersih lantai. Semua orang panik. Ia segera dilarikan ke rumah sakit. Kami lega sekali, nyawanya masih tertolong.
Aku tiba-tiba teringat tentang anak itu lagi ketika membaca salah satu komentar di akun teman,
“Yg jelas siapapun orang nya klo udh kepikiran bunuh diri maka iman nya tipis. Setipis rambut dibelah tujuh…”
Wah, benarkah?
Kau mungkin tidak mempercayai ini. Tapi adik kelasku itu adalah orang yang sangat agamis. Diantara teman-temannya, ia yang paling rajin menghadiri kajian keagamaan. Memposting ayat-ayat suci tidak pernah ia lewatkan.
Kalau begitu, benarkah dia tipis iman?
Pak Bagus Utomo, Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia memaparkan bahwa masalah kesehatan jiwa yang bisa mendorong tindakan bunuh diri selalu dilatarbelakangi oleh faktor yang sangat beragam, baik biologis, psikologis, sosial budaya dan spiritual. Spiritualnya juga lebih kepada pencarian makna hidup dan kebenaran sejati yang merupakan bagian dari diri setiap manusia. Jadi, beragama yang baik baru satu aspek saja.
Kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki pemahaman yang sangat minim tentang kesehatan jiwa. Umumnya mereka berfikir bahwa dengan beragama saja seseorang akan sehat jiwa. Padahal masalah kesehatan jiwa demikian kompleks. Masalah kesehatan jiwa bisa dialami siapapun tak peduli orang kaya miskin, cantik, ganteng, jelek, bodoh, pintar, suku, ras, agama dan golongan apapun. Semua bisa mengalami.
Dan salah satu gangguan jiwa yang juga dapat mengakibatkan seseorang bunuh diri adalah gangguan depresi.
Demikianlah pemaparan dari pak Bagus Utomo
Tolong, minimal cari tahu dulu apa itu depresi sebelum berkomentar macam-macam.
Depresi lebih dari perasaan sedih apalagi galau dan semacamnya.
Pernahkah kau merasa begitu sedih sampai bosan menangis lagi entah untuk keberapa kali?
Pernahkah kau merasa begitu sedih tapi kau hanya menatap sekitar dengan pandangan kosong, seolah tak ada lagi kehidupan di matamu?
Pernahkah kau merasa sangat hampa, putus asa, dan kesepian padahal kau dikelilingi puluhan orang?
Pernahkah kau ketika melihat gedung tinggi ingin lompat, ketika ada racun ingin minum, ketika melihat tali ingin menggantung diri?
Orang depresi sebenarnya tak ingin mati, mereka hanya ingin masalahnya pergi.
Dan masalah itu terjadi karena mereka masih hidup, jadi solusinya ya mati.
Bersyukurlah jika kau bukan orang yang pernah merasakan itu semua. Tapi jangan pernah mengkerdilkan penderitaan orang.
Karena tanpa kau ceramahi (apalagi kau marahi) panjang lebar pun, dia sudah menderita dengan apa yang dialaminya.
Jangan merasa seolah ‘bersih’ dari kemungkinan untuk depresi, apalagi pamer “Gue lebih kuat dari lu. Gitu aja lebay!”
Aku hanya berdoa, jika di masa depan kau yang gantian mengalami depresi, semoga kau bertemu dengan orang-orang yang mau menolong dan baik hati, bukan malah orang yang akan meneriakimu “Dasar tipis iman!”
Kau tahu apa yang terjadi dengan adik kelasku yang ‘gagal’ bunuh diri itu?
Semua orang justru menjadikannya sebagai bahan bercandaan dan ejekan.
Bayangkan, betapa menyakitkannya ketika dirimu sedang depresi dan ditambah lagi seisi sekolah mengolokmu tanpa henti.
Di dunia maya juga tak kalah sadisnya. Semua orang berlomba memuaskan ego diri sendiri dengan sikap tuna empati.
Kalau tidak punya solusi, jangan bikin polusi!
Jika dirimu depresi dan sedang membaca ini,
Ketahuilah bahwa walaupun mungkin tak ada seorangpun di dunia ini yang peduli padamu, aku peduli.
Jika kau mau berbagi segalanya padaku, aku tidak akan datang untuk meremehkan dan menghakimi.
Aku mungkin tak bisa menawarkan segala solusi, tapi aku akan memastikan bahwa kau tak pernah sendiri.
Aku bisa saja menghindari membahas hal-hal kontroversial semacam ini, sehingga menghalau stigma buruk yang bisa menghampiri.
Aku bisa saja bersikap acuh dan membawa setumpuk ‘energi positif’ melangkah pergi.
Tapi faktanya aku tidak mau mengabaikan teman-temanku, keluargaku, tetanggaku, yang mungkin sedang depresi tapi tak cukup berani untuk mengakui.
Mereka hanya bisa menyangkal, mengalihkan, atau menekan segala perasaan dan menguburnya dalam-dalam.
– Afi Nihaya Faradisa, Sumber : Wall Facebook Adi Nihaya Faradisa (Afi).