batas.id~PACITAN-Pacitan adalah kabupaten paling barat di Provinsi Jawa Timur, Pacitan tidak hanya memiliki  Goa yang unik, keindahan pantai dan pegunungan saja, tetapi seperti daerah lain di Indonesia, Pacitan juga memiliki kesenian atau seni budaya asli yang tercipta dan tumbuh di Pacitan, adalah Seni Kethek Ogleng, karya seni yang lahir sekitar tahun 1962 yang diciptakan oleh seorang pemuda bernama Sutiman, pemuda kelahiran 04 Mei 1945 di Dusun Banaran, Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur.

Tari Kethek Ogleng/ foto:Sukisno ©batas.id

Kesenian Ketek Ogleng adalah seni tari yang memperagakan tingkah laku seekor kera (kethek dalam bahasa jawa) dengan kelincahan dan kelucuannya serta keahliannya melompat dan memanjat pohon. Tari Kehtek Ogleng diperankan oleh seorang penari (pada awal terciptanya) dengan kostum berwarna serba putih dan menggunakan penutup kepala semacam topeng di bagian muka ala kera (kehtek) atau Hanoman dalam tokoh pewayangan. 

Penari Kethek Ogleng/foto:Rudianto ©batas.id

Namun seiring berjalannya waktu dan kreasi seni Kethek Ogleng diperankan oleh beberapa orang secara bersamaan.
Dalam pementasan Tari Kethek Ogleng diiringi musik atau gamelan pengiring berupa gamelan jawa yang di kemas secara khas dengan lantunan nada dominan berbunyi nong gleng.
Seni Kethek Ogleng sudah melekat di masyarakat Pacitan, khususnya tempat terciptanya seni tari ini, di Desa Tokawi, Kecamatan Nawangan, Kabupaten Pacitan.

Seiring berjalannya waktu, sang Pencipta Ketek Ogleng, Sutiman sudah tidak selincah dan perkasa seperti waktu muda dulu, fisiknya sudah tidak kuat untuk menirukan gerakan kera yang lincah seperti dulu, karena bertambahnya usia yang membuat fisiknya tidak sekuat dulu, Sukiman atau yang dikenal Sutiman mempercayakan keberlangsungan seni Kethek Ogleng kepada Sukisno untuk melestarikan dan mengelola sanggar seni Kethek Ogleng ini.

Bpk. Sukisno Pengelola Sangar Seni Kethek Ogleng Condro Wanoro/ foto: nrp

Pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah yang juga menantu Sutiman inilah yang sepenuhnya bertanggung jawab terhadap pengelolaan sanggar seni Condro Wanoro yang dirintis Sutiman sejak 1963. Sosok Sukisno pulalah yang memiliki andil besar terhadap kelestarian Kethek Ogleng di Desa Tokawi yang sekaligus berperan sebagai pelatih bagi mereka yang berminat belajar seni Kethek Ogleng.

“Kami siap melatih dan memfasilitsi siapa saja yang ingin berlatih seni Kehtek Ogleng, saat ini kami juga bekerjasama dengan sekolah-sekolah dan dinas Pendidikan untuk melestarikan seni kehtek ogleng ini, alhamdulilah sekarang ada sekitar 50 an anak yang berlatih di sanggar ini, usia antara 7 sampai 18 tahun,” terang Sukisno saat ditemui di Sanggar Condro Wanoro Sabtu, 25 Februari 2017.

Upaya pelestarian seni Kethek Ogleng ini juga sudah dilakukan oleh beberapa pihak, baik pemerintah maupun pemerhati seni Kehtek Ogleng, melalui Anggaran Desa, Sanggar Condro Wanoro mendapatkan bantuan operasional.

“Pemerintah desa sudah memberi bantuan dana untuk kelestarian seni asli sini ini mas, walau jumlahnya sedikit tapi cukup membantu kami misalnya untuk membeli kostum,” jelas Sukisno.

Kethek Ogleng/ foto : Sukisno ©batas.id

Pecinta seni Kehtek Ogleng yang juga anggota DPRD Kabupaten Pacitan, Lancur Susanto, S.Sos., juga sudah berupaya  melestariakan seni asli Pacitan ini, ia menjelaskan bahwa Kethek Ogleng adalah Seni Budaya asli Pacitan yang wajib dilestarikan dan di kenalkan pada dunia bahwa Pacitan juga memiliki kesenian asli Pacitan.

“Kethek Ogleng ini merupakan budaya asli Pacitan yang harus di jaga dan dilestarikan, Pacitan juga punya kesenian khas, seperti Reog kalau Ponorogo, Pacitan punya Kethek Ogleng, yang diciptakan oleh orang asli Pacitan tepatnya di Desa Tokawi, dan penciptanya pun masih ada dan masih sugeng (sehat ), yang harus kita dorong dan kita kenalkan pada dunia sehingga seni Kethek Ogleng ini di kenal masyarakat luas,” Jelas Lancur.

Tambah Lancur, pihaknya juga telah memberikan bantuan berupa uang pembinaan  beberapa waktu lalu kepada Sanggar,

” kami juga pernah memberikan bantuan dana pembinaan kepada sanggar yang di asuh pak Kisno”

(nrp)