batas.id~JAKARTA-Muhammadiyah menyebut penerapan Undang-undang Tax Amnesty tidak jelas dan tidak tepat sasaran. Tax Amnesty dianggap mengancam masyarakat kecil dan kelompok usaha kecil lainnya.
“Sekali lagi saya melihat pak Jokowi tidak memahami secara detail Tax Amnesty. Karena fakta di lapangan terjadi sebaliknya, karena yang diburu yaitu yang patuh pajak, terutama kelompok usaha kecil dan menengah,” ujar Ketum PP pemuda Muhammadiyah
Danhil Anzar di gedung PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016).
Danhil menyebut hal itu menjadi alasan utama Muhammadiyah mengajukan judicial review terkait UU tax amnesty. Ketum PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas juga menyebutkan bahwa pelaksaan Tax Amnesty telah meresahkan masyarakat di daerah.
“Karena ini menyangkut menyangkut kelompok menengah dan mikro. Kalau membuat UU ini, naskah awal harusnya diberikan kepada elemen-elemen masyarakat Madani untuk dibahas bersama, ini tidak. Jadi sepihak. Dibawa ke DPR sepihak,” kata Busyro.
Peneliti FITRA Apung Widadi malah menyindir pelaksanaan Tax Amnesty yang memberatkan masyarakat kecil. Asumsi penerimaan pajak dari Tax Amensty sebesar Rp 165 triliun dianggap diangap terlalu tinggi dan Tax Amnesty dianggap Apung juga sebagai jalan keluar bagi para pelaku kejahatan korupsi. Tidak adanya verifikasi terhadap asal harta dianggap kontraproduktif dengan semangat antikorupsi.
“Undang-undang ini tajam ke atas tetapi tumpul ke bawah. Konglomerat tidak mau membayar,” terangnya.
“Ini kuat untuk pencucian uang. Petugas diancam dan partisipasi masyarakat dibunuh dengan ancaman pidana jika membocorkan data pemohon pengampunan pajak. Padahal ini prinsip transparansi yang harusnya dijunjung,” tambah Apung.
Sumber : Detikcom