batas.id~JAKARTA-Bunuh diri life via Facebook beberapa waktu lalu, yang menuai komentar bermacam-macam dimedia sosial atas hal tersebut, kurangnya empati dan kepekaan terhadap sesama inilah yang menggugah keprihatinan anak muda asal Banyuwangi, murid SMA N 1 Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, Afi Nihaya Faradisa, melalui akun Facebooknya : Afi Nihaya Faradisa (Afi), menuliskan keprihatinanya dan mengajak kita lebih peka terhadap sesama (18/3/2017), berikut tulisannya :
”Aku berkali-kali menghela napas ketika membaca komentar-komentar orang di akun pria yang bunuh diri secara live di facebook kemarin. Aku sungguh prihatin, kepada orang yang sudah mati pun, mengapa berempati sedikit saja tidak bisa?
Ijinkan aku menjelaskan beberapa hal padamu.
Kemampuan tiap orang untuk survive (bertahan, berjuang) di kehidupan ini berbeda-beda, dan tiap orang selalu diuji dititik kelemahannya.
Ada yang titik kelemahannya adalah masalah ekonomi, maka dia tahan ditinggal pasangan, tapi dia tidak tahan jika dirinya miskin.
Ada yang titik kelemahannya adalah masalah percintaan, maka biarpun kaya, dia akan merasa menderita jika kehidupan percintaannya buruk.
Ada jutaan individu di dunia ini, maka ada jutaan pula titik kelemahan manusia yang tentunya berbeda-beda. Jadi jangan dibanding-bandingkan.
“Aku nih jauh lebih miskin, tapi aku gak bunuh diri!”
“Keluargaku berantakan, aku buktinya kuat tuh.”
“Orangtuaku sudah meninggal, hidupku menderita, aku gak punya siapa-siapa. Kok aku gak lebay kayak dia?”
Plis deh.
Jangan gunakan ukuran sepatumu untuk menghakimi kaki orang lain.
Kesedihan yang terakumulasi ditambah lagi tak punya seorangpun untuk berbagi adalah pintu menuju depresi.
Depresi bisa menyerang siapa saja. Siapa yang tak kenal Robin Williams? Komedian senior asal Amerika itu mati bunuh diri karena depresi, padahal seluruh hidupnya dihabiskan untuk menghibur orang.
Pratyusha Banerjee (pemeran utama dalam serial “Anandhi” favoritku), tahun lalu artis cantik asal India itu bunuh diri karena depresi di apartemen mewahnya yang penuh dengan beragam piala penghargaan.
Dan masih banyak contoh kasus bunuh diri lain yang tidak pernah kita sangka-sangka kepada siapa hal itu akan menimpa.
Tidak ada yang bisa menjamin seseorang terhindar dari yang namanya depresi.
Itu bisa saja terjadi pada keluarga, tetangga, atau teman kita. Siapa yang tahu?
Kebayakan orang depresi akan malu jika berterus terang tentang keadaannya. Mereka berpikir, “Apa yang akan orang pikirkan seandainya mereka tahu bahwa aku sedih berkepanjangan? Bahwa aku tertekan? Bahwa aku menyangga begitu banyak beban?”
Sebab, alih-alih membantu, orang di sekelilingnya justru cenderung acuh dan meremehkan keluh kesah mereka sebab menganggap itu semua hanya ‘angin lalu’ saja.
Itu membuat orang depresi sulit mengkomunikasikan perasaannya karena tak seorangpun memahami. Mereka terpaksa tampil baik-baik saja, bahkan tampil sebagai sosok yang menyenangkan tapi sebenarnya ‘hancur’ di dalam.
Saat “topeng-topeng” mereka tak mampu lagi menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, maka penderitaan yang terakumulasi di dalam yang tanpa pernah ada penyelesaian tiba-tiba meledak. Tau-tau mereka bunuh diri padahal tak tampak sama sekali adanya indikasi.
Pria yang bunuh diri live kemarin pun adalah orang yang dikenal supel dan ceria oleh orang-orang terdekatnya. Siapa sangka?
Amanda Todd, seorang gadis 15 tahun asal Kanada, pada tahun 2012 lalu gantung diri karena depresi. Sebelumnya ia telah mencoba bunuh diri dengan menenggak cairan pemutih pakaian tapi ia hanya berakhir di rumah sakit.
Anda tahu apa respon lingkungannya?
Bukannya menguatkan, mereka justru berkomentar di facebook Amanda:
“Amanda kurang banyak minumnya”
“Aku harap ia mencoba merk lain”
“Mengapa ia begitu bodoh dengan menyia-nyiakan hidupnya?”
“Tuhan membenci orang yang tidak mencintai kehidupan yang telah Ia berikan”
Dan sederet komentar lelucon, penghakiman, dan pernyataan tuna-empati lainnya.
Itulah yang membuat Amanda melakukan percobaan bunuh diri hingga kesekian kali, sampai ia akhirnya berhasil melepaskan nyawa di tali gantungan kamarnya.
Butuh berapa kasus bunuh diri lagi agar kita sadar???
Aku menghela napas untuk kesekian kali.
Mumpung belum kejadian, orang-orang depresi seharusnya bisa mendapat pertolongan, tapi membaca komentar kita mereka jadi ‘menarik diri’ dan takut duluan. Siapapun pasti juga enggan!
Mari lebih peka terhadap sesama.
Kita seperti hidup di dunia yang sakit, di mana kutipan beragam ayat suci bisa kita temukan dengan mudahnya di lini masa, ibadah ritual silih berganti dipamerkan layaknya iklan, dan ajakan untuk berbuat kebaikan selalu dilike ratusan bahkan ribuan orang.
Tapi di saat saudaranya membutuhkan pertolongan, mereka ada di mana?
There should be a campaign about mental health issue in Indonesia.
Most of our community still thinks depression as “just bad mood”. It ends up as a joke most of the time.
– Afi NF ”
Sumber: dinding Facebook Afi Nihaya Faradisa (Afi)