batas.id~JAKARTA-Seperti kita ketahui, dalam satu dekade terakhir Indonesia menjadi incaran perusahaan-perusahaan e-commerce dan pemodal ventura (venture capital) global. Perusahaan-perusahaan itu masuk melalui berbagai model bisnis, antara lain modal ventura, akuisisi, patungan (joint venture), perwakilan, dan lain sebagainya.
Pertanyaannya, mengapa Indonesia menjadi incaran mereka? Spire Research and Consulting, perusahaan riset dan konsultasi bisnis global yang berbasis di Singapura, bekerja sama dengan perusahaan riset dan media bisnis teknologi terkemuka TechnoBusiness Indonesia, memetakan ada lima alasan kuat mengapa perusahaan-perusahaan e-commerce global harus masuk ke pasar Indonesia.
1. Pasar Potensial
Jumlah penduduk Indonesia yang menurut Badan Pusat Statistik mencapai 254,9 juta jiwa jelas merupakan pasar yang besar. Tidak hanya besar, penduduk Indonesia juga tergolong konsumtif alias doyan belanja. Nilai penjualan ritel e-commerce dunia yang mencapai US$1.336 triliun pada 2014 dan melesat menjadi US$2.050 pada 2016, sebagian besar disumbangkan dari Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Pada 2016, seperti disebutkan eMarketer, Asia Pasifik menyumbangkan transaksi e-commerce sebesar US$1.152,21 triliun dan Indonesia US$5,29 triliun. Pasar e-commerce Indonesia tersebut meningkat dari US$1,94 miliar pada 2014 dan diperkirakan bakal tumbuh menjadi US$8,21 miliar tahun ini atau US$13,16 miliar pada 2019.
2. Dunia Baru
Bagi pasar Indonesia, e-commerce merupakan “barang baru”. Kehadirannya 10 tahun lebih lambat daripada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang serta negara-negara di Eropa. Sehingga wajar jika sampai saat ini masih banyak masyarakat yang ragu untuk berbelanja online. “Tetapi, karena baru itulah justru menjadi peluang besar bagi pemain-pemain e-commerce global untuk menanamkan investasinya di Indonesia sedini mungkin melalui berbagai cara,” kata Jeffrey Bahar, Deputy CEO Spire Research and Consulting Group.
3. Karakteristik Wilayah
Indonesia amat luas dan terbagi dalam ribuan pulau. Atas dasar itu, logistik barang-barang menjadi kendala. Harga barang di kawasan Indonesia Timur bisa 2-3 kali lipat lebih mahal ketimbang di Indonesia Barat. Dengan adanya e-commerce yang menawarkan satu harga dari mana saja, apalagi ditambah promo bebas biaya pengiriman (free delivery), masyarakat amat diuntungkan sehingga mudah beralih kebelanja online. Artinya, karakteristik pasar yang demikian sangat mendukung sistem e-commerce tumbuh pesat.
4. Kemampuan Pendanaan
Pemain-pemain e-commerce lokal biasanya menghadapi banyak kendala, terutama pendanaan. Model bisnis yang masih baru membuat pendiri (founder) kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan e-commerce hasil inovasinya. Para pemilik uang dan perusahaan-perusahaan dalam negeri masih berpikiran kolot dengan mempertanyakan: “Apakah bisa balik modal?” “Karena itu, e-commerce-e-commerce lokal bisa menjadi „sasaran empuk‟ e-commerce global melalui proses pendanaan atau akuisisi demi menguasai ceruk pasar yang ada,” jelas Jeffrey.
5. Kecanggihan Teknologi
Karena rata-rata memiliki dana terbatas, maka secara otomatis e-commerce lokal juga kesulitan mengembangkan teknologinya. Padahal, teknologi menjadi tumpuan utama dalam berbisnis e-commerce. Sebagai contoh, berkat kecanggihan teknologi, sistem pembayaran tunai keras (cash) bisa diubah menjadi cicilan hingga 24 kali menggunakan kartu kredit selayaknya berbelanja offline. Teknologi pembayaran online (online payment gateway) yang memungkinkan bertransaksi secara aman juga amat diperlukan. “Siapa yang menguasai teknologi-teknologi e-commerce itu? Ya, raksasa e-commerce global,” ungkap Purjono Agus Suhendro, pengamat e-commerce yang juga CEO TechnoBusiness Indonesia.