Batas.id~REMBANG-Sukinah, lahir dan tinggal di Desa Tegal Dowo, Rembang, Jawa Tengah. Berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang kesehariannya mengurus keluarga dan membantu suaminya berkebun di ladang serta mengurus binatang peliharaannya dirumah. Bukan hanya Sukinah, namun hampir semua warga di Desa tersebut memiliki profesi yang sama, bahkan pegawai desa atau guru dan pedagangpun rata-rata masih melakukan aktifitas yang sama dikesehariannya, yaitu bertani.

Rembang merupakan salah satu wilayah yang memiliki tanah yang cukup subur, tidak terkecuali di desa Tegal Dowo yang wilayahnya berbatasan dengan Blora tempat Sukinah dan kelurganya tinggal. Di desa tersebut terdapat sekitar 109 mata air dan terdapat sekitar 50 Goa yang dialiri air di dalamnya yang merupakan sumber pemasok air bersih yang mencukupi kebutuhan dan kegiatan warga di desa tersebut dan juga desa di sekitarnya.
Selain sebagai pemasok ketersediaan air bersih, goa-goa tersebut juga menghasilkan bantuan yang terbentuk dari proses endapan air dan batuan yang bernilai jual tinggi, yaitu batu gamping yang menghasilkan kars. Batuan kars tersebut dapat digunakan sebagai bahan utama pembuat semen dengan mutu yang bagus. Hal ini membuat banyak investor meilirik wilayah tersebut untuk dijadikan lahan penggalian karst. Salah satunya adalah PT Semen Indonesia (dulunya Semen Gresik). Hingga akhirnya berdirilah sebuah pabrik semen disana yang pada saat ini telah sekitar 90% selesai dibangun.
Namun pembangunan pabrik yang didengungkan akan mensejahterakan perekonomian masyarakat sekitar dan pemerintah Kabupaten Rembang ini, justru ditolak oleh penduduk setempat dan beberapa aliansi peduli lingkungan. Bukan karena hal lain, tapi penolakan ini terjadi karena kurang adanya transparansi terkait AMDAL yang akan berakibat pada rusaknya ekosistem alam sekitar. Karena setelah ditelusuri, banyak kecurangan dalam perizinan dan pembangunan pabrik tersebut. Seperti tidak dilibatkannya masyarakat sekitar dalam analisis AMDAL serta tidak validnya data yang ada di lapangan.

Salah satu sosok yang paling vokal dalam aksi penolakan pembuatan pabrik semen tersebut adalah Sukinah. Selain melalui aksi-aksi dan demo serta koordinasi dengan aktifis-aktifis peduli lingkungan, Sukinah juga melakukan kegiatan-kegiatan yang tergolong sangat berani, seperti pemblokiran jalan menuju daerah pembuatan pabrik dengan membuat camp dan tinggal selama sebulan disana, menemui pejabat terkait, sampai dengan melakukan penyampaian aspirasi kepada Presiden Jokowi ke Istana Negara. Sukinah dan teman-temannya pun pernah melakukan aksi mengecor kaki mereka dengan semen pada bulan April 2016 lalu.
“Bumi itu ibarat ibu, air ibarat anaknya. Jika anak disakiti, pasti seorang ibu akan marah, mbak. Kita hidup di bumi, jika kita tidak menjaganya seisinya jangan salahkan jika nanti bumi dan alam murka sama kita. Kami bukan menolak pabrik semen, bukan. Kami menolak kehancuran,” ucap ibu Sukinah.
Sukinah yang berprofesi sebagai petani ini juga menceritakan kegelisahannya akan tanah dan air di wilayahnya. Tanah subur yang mereka tempati akan kehilangan sumber air yang biasanya mencukupi kebutuhan hidupnya. Ia mengatakan sudah hidup berkecukupan dan nyaman. Pagi mengurus keluarga, pergi ke ladang, siang pulang dan istirahat. Hasil panen bisa diperoleh saat waktunya tiba. Kegiatan yang terlihat sederhana ini menurutnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari.

Alasannya menentang pendirian pabrik juga bukan karena takut, bukan masyarakat setempat yang dijadikan karyawan sehingga mereka tidak mendapat penghasilan yang lebih “Kami hanya ingin menjadi petani, itu saja. Kami ingin mengolah tanah kami. Tidak usah diganggu-ganggu dengan pembuatan pabrik yang akan menghilangkan sumber air kami sebagai hal yang paling penting dalam bertani dan hidup.”
Aksi penolakan ini ternyata berbuah manis, keberanian dan rasa ingin tahunya ternyata berdampak baik bagi daerah-daerah lain. Ternyata bukan hanya Rembang saja. Tetapi ada 7 Kabupaten di Jawa Tengah yang akan dibangun pabrik semen. Aksi Sukinah ini mendapat banyak apresiasi dan dukungan. Gerakan Sukinah dan teman-temannya ini menjadi pelopor kegiatan menyelamatkan alam Jawa Tengah dari keegoisan ekonomi pasar.

Aksi lain yang tak kalah menarik adalah hadirnya sosok wanita-wanita pahlawan di barisan depan. Bukan hanya saat demo tetapi saat terjadi gesekan-gesekan, Sukinah dan teman-teman wanitanya hadir dibarisan depan. Saat ditanya alasannya ia menjawab, “Kami memang sengaja mbak menempatkan wanita di barisan depan, karena yo nek laki-laki yang ada di barisan depan pasti akan terjadi kekerasan, mbak. Kalo wanita kan mereka juga mau mukul kita mikir-mikir.”
Setelah perjalan panjang dari mulai melakukan aksi, pengaduan, hingga mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung, akhirnya gugatan ibu Sukinah dan para petani Kendeng/Rembang diterima dan di menangkan oleh MA pada 11 Oktober 2016. Namun perjuangan tidak berhenti disini, karena akan banyak lagi proses yang akan mereka hadapi untuk tetap mempertahankan air dan tanahnya. Serta masih banyak daerah lain yang akan mengalami hal serupa. Semoga Pahlawan-pahlawan lingkungan dan kelestarian alam lainnya akan tumbuh melalui bait-bait perjuangan petani-petani ini.
“Bukan saya yang menang, tapi alam. Dengan bantuan Tuhan” – Sukinah –
Penulis : SKA